Pesan Ibunda Rasulullah SAW Sebelum Wafat

PESAN IBUNDA RASULULLAH SAW SEBELUM WAFAT
Kajian Kitab al-Khashaish al-Kubra Karya Imam al-Suyuthi (w. 911 H.)
Oleh: KH Deden Muhammad Makjyaruddin, Al-Hafizh

 

بَاب مَا وَقع عِنْد وَفَاة امهِ صلى الله عَلَيْهِ وَسلم من الْآيَات

اخْرج ابو نعيم من طَرِيق الزُّهْرِيّ عَن أم سَمَّاعَة بنت أبي رهم عَن أمهَا قَالَت شهِدت آمِنَة أم رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم فِي علتها الَّتِي مَاتَت فِيهَا وَمُحَمّد غُلَام يَقع لَهُ خمس سِنِين عِنْد رَأسهَا فَنَظَرت إِلَى وَجهه ثمَّ قَالَت

(بَارك فِيك الله من غُلَام يَا ابْن الَّذِي من حومة الْحمام)

(نجا بعون الْملك المنعام فودى غَدَاة الضَّرْب بِالسِّهَامِ)

(بِمِائَة من إبل سوام إِن صَحَّ مَا أَبْصرت فِي الْمَنَام)

(فَأَنت مَبْعُوث إِلَى الْأَنَام من عِنْد ذِي الْجلَال وَالْإِكْرَام)

(تبْعَث فِي الْحل وَفِي الْحَرَام تبْعَث بالتحقيق وَالْإِسْلَام)    

(دين أَبِيك الْبر إبراهام فَالله أَنهَاك عَن الْأَصْنَام)

(ان لَا تواليها مَعَ الأقوام )

ثمَّ قَالَت كل حَيّ ميت وكل جَدِيد بَال وكل كَبِير يفنى وَأَنا ميتَة وذكري بَاقٍ وَقد تركت خيرا وَولدت طهرا ثمَّ مَاتَت فَكُنَّا نسْمع نوح الْجِنّ عَلَيْهَا فحفظنا من ذَلِك

(نبكي الفتاة الْبرة الأمينة ذَات الْجمال الْعِفَّة الرزينة)

(زَوْجَة عبد الله والقرينة أم نَبِي الله ذِي السكينَة)

(وَصَاحب الْمِنْبَر بِالْمَدِينَةِ صَارَت لَدَى حفرتها رهينة)

Terjemah

Bab Tanda-tanda Kekuasaan Allah yang Terjadi Saat Ibu Rasulullah Saw Wafat. Abu Nu‘aim mengeluarkan hadits melalui jalur al-Zuhri dari Ummu Samma‘ah bin Abu Ruhm dari ibunya. Ia berkata: Aku melihat Aminah dalam keadaan sakit menjelang wafatnya sedang Muhammad yang masih anak-anak dan tumbuh kembang dengan usia lima tahun berada di dekat kepalanya.  Aminah melihat ke wajah anaknya seraya berkata:

Allah memberkatimu sebagai anak-anak
Wahai putra dari orang yang dari lingkaran besar kematian
Selamat dengan pertolongan Raja yang banyak memberi nikmat
Ditebus di pagi hari lemparan anak-anak panah
Dengan serratus unta yang tinggi kakinya
Jika benar apa yang kulihat dalam tidur
Maka engkau diutus kepada manusia
Dari sisi pemilik keagungan dan kemuliaan
Engkau dibangkitkan di tanah halal dan tanah haram
Engkau diutus dengan kebenaran dan Islam
Agama ayahmu yang bajik, Ibraham
Maka Allah melarangku dari berhala-berhala
Agar tidak menuhankan mereka bersama kaum.

Kemudian Aminah berkata: “ Setiap yang hidup akan mati. Setiap yang baru akan lapuk. Dan setiap yang besar akan fana. Aku mati sedeng namaku abadi. Telah kutinggalkan kebaikan dan kulahirkan kesucian.” Kemudian beliau wafat.

Ibu Ummu Samma‘ah berkata: Aku mendengar rintihan jin atas kematiannya. Di antara rintahan yangbkudengarbadalah:

Kami menangisi wanita muda yang bajik terpercaya
Pemilik kecantikan dan kesucian yang kuat
Istri Abdullah dan penanda
Ibu nabi Allah yang sakinah
Pemilik mimbar di Madinah
Jadilah ketika menggalinya tergadaikan.

Penjelasan

Pada bab sebelumnya Imam al-Suyuthi (w. 911 H.) mengemukakan kesaksian Ummu Aiman saat menemani Rasulullah Saw dan ibunya ke Madinah untuk berziarah ke makam ayahnya. Lalu ibunya meninggal di Abwa sepulangnya dari Madinah.  Di sini Imam al-Suyuthi (w. 911 H.) mengemukakan riwayat bahwa ternyata ada saksi selain Ummu Aiman yang hadir dalam perjalan itu. Termasuk ketika ibu Rasulullah Saw tutup usia. Saksi tersebut adalah seorang perempuan ibu dari Ummu Samma‘ah, guru imam al-Zuhri (w. 124 H.). Tidak disebutkan nama perempuan tersebut. Namun dalam riwayat yang dikemukakan Imam al-Suyuthi (w. 911 H.) dalam kitab ini perempuan tersebut mempunyai suami yang bernama Abu Ruh. Ummu Samma‘ah sendiri sebagai anaknya mempunyai nama asli Asma binti Abu Ruhm. Penulis selanjutnya akan menyebut saksi perempuan ini dengan nama Ummu Asma.

Ummu Asma hafal pesan terakhir Aminah yang terucap dalam bentuk syair dan prosa menjelang wafatnya. Isinya menggambarkan perasaannya yang sedih harus meninggalkan Muhammad Saw menjadi yatim piatu. Tapi tak dapat menolak takdir. Aminah tahu bahwa anaknya akan menjadi seorang nabi yang mengajak kepada Islam dan kebenaran, yaitu agama nenek moyangnya, Nabi Ibrahim, serta melarang penyembahan terhadap berhala. Diutus bukan hanya di tanah haram, tapi juga di tanah halal. Bait-bait ini membuktikan bahwa ibu Rasulullah Saw meninggal dalam keadaan mengerti agama tauhid dan tidak menyembah berhala, serta mengetahui anaknya akan diutus Allah menjadi seorang nabi. Ia berada di surga. Berbeda dengan pendapat yang menyatakan ibu beliau di nereka. Di pembuka bait syairnya, Aminah meminta kepada Allah agar memberkati anaknya yang sebentar lagi akan ditinggalnya.

Aminah mengingat keberkahan yang pernah menimpa suaminya, ayah Muhammad. Yakni Abdullah bin Abdullah Muthalib. Yaitu lolos dari kematian dengan pertolongan Allah. Lalu ditebus dengan 100 ekor unta. Yang dimaksud kematian adalah nadzar Abdul Muthalib yang akan menyembelih salah seorang akanya. Menurut Ibn Ishaq (w. 151 H.), ketika Abdul Muthalib menggali sumur zamzam yang telah berabad-abad tertimbun tanah, ia mendapatkan gangguan dari orang-orang Quraisy dan tak seorang pun yang membelanya. Lalu Abdul Muthalib bernadzar bahwa jika Allah mengkaruniainya sepuluh anak laki-laki yang dapat membelanya maka salah seorang dari mereka akan disembelih sebagai pengorbanan untuk Allah. Setelah Abdul Muthalib mempunya sepuluh anak laki, ai ingat akan nadzarnya. Lalu mengumpulkan kesepuluh anaknya seraya menceritakan nadzarnya dahulu. Mereka setuju dengan nadzar ayah mereka yang hendak mengorbankan salah seorang dari mereka untuk Allah. Abdul Muthalib memerintahkan agar masing-masing dari anaknya menulis nama mereka di atas anak panah undian nasib. Mungkin  semacam dadu. Lalu menyerahkannya kepada Abdul Muthalib.

Abdul Muthalib membawa panah-panah undian nasib yang sudah bertuliskan nama-nama dari kesepuluh anaknya ke dalam Ka‘bah. Kesepuluh anak laki-laki Abdul Muthalib adalah al-Abbas, Hamzah, Abdullah, Abu Thalib, al-Harits, al-Zubair, Hijl, al-Muqawwam, Dhirar dan Abu Lahab. Di dalam Ka‘bah pada waktu itu ada berhala besar yang bernama Hubal. Ia diletakan di atas sumur tempat penyimpanan pengorbanan untuk Ka‘bah. Di dekat Hubal ada tujuh panah undian nasib. Pada masing-masing anak panah undian nasib tersebut ada tulisannya.  Yaitu ‘aql (denda), na‘am (ya), lâ’ (tidak), minkum (dari kalian), min ghairikum (dari selain kalian), multahaq (mendiri), dan ghafl (coba lagi). Panah-panah undian nasib yang bertuliskan nama-nama anak Abdul Muthalib diserahkan kepada juru kunci pengundi nasib untuk diundi. Mungkin semacam dikocok. Nama yang anak panahnya keluar adalah yang terpilih untuk dikorbankan. Dan yang keluar adalah anak panah yangh bertuliskan Abdullah, anak yang paling dicintainya. Tapi nadzar tetap harus dilaksanakan. Abdul Muthalib segera mengambil pisau untuk menyembelihnya. Namun orang-orang Quraisy melarangnya karena jika dibiarkan maka generasi berikutnya akan banyak yang disebelih karena korban nadzar. Al-Abbas adalah di antara anak Abdul Muthalib yang tidak setuju Abdullah disembelih. Sempat al-Abbas memegang kaki Abdul Muthalib sampai terpaksa wajahnya terkena sabetan Abdul Muthalin dan membekaskan luka.

Abdul Muthalib terus bersikukuh dengan nadzarnya meski sangat berat. Lalu orang-orang Quraisy memberikan solusi agar penyembelihan Abdullah ditunda sebelum bertanya kepada orang pintar (dukun) di Khaibar, Madinah. Keputusan apakah penyembelihan dilanjutkan atau tidak diserahkan kepada orang pintar tersebut. Ia seorang perempuan. Jawabnya datang. Sang dukun, setelah dibantu asistennya, memerintahkan agar Abdullah ditebus dengan denda yang berlaku di kaum Quraisy, yaitu sepuluh ekor unta. Tapi tetap dilakukan dengan pengundian melalui dua anak panah undian nasib. Yang satu bertuliskan Abdullah dan yang satu bertuliskan unta. Jika yang keluar ada unta maka yang disembelih adalah unta. Di hadapan Hubal, Abdul Muthalib mengundi dengan anak panah. Dan yang keluar Abdullah. Nilai satu kali keluar nama Abdullah adalah seekor unta. Dan sampai undian yang kesepuluh, yang keluar tetap nama Abdullah, sampai jumlah unta yang dijadikan tebusan mencapai 100 ekor unta. Lalu, pada undian kesebalas, yang keluarb adalah unta. Dan setelah diulang berkali-kali, yang keluar tetap unta. Lalu disimpulkan bahwa Allah Swt menghendaki agar Abdullah tidak disebelih dan diganti dengan 100 ekor unta. Inilah yang dimaksud Aminah dalam syairnya bahwa Muhammad adalah anak dari orang yang selamat dari kematian atas pertolongan Allah dengan ditebus 100 ekor unta.

Riwayat Ibn Ishaq di atas menyebutkan Abdullah, ayah Rasulullah Saw, adalah anak paling kecil Abdul Muthalib. Tentu hal ini tidak sejalan dengan riwayat yang shahih bahwa Hamzah sebenarnya lebih muda dari Abdullah. Bahkan kelahirannya tidak jauh berbeda dengan kelahiran Rasulullah Saw. Karena Hamzah pernah menyusu kepada Tsuwaibah, mantan budak perempuan Abu Lahab, tidak lama sebelum Rasulullah Saw. lalu al-Abbas lebih muda dari Hamzah. Namun, secara umum, para penulis sirah nabawiyyah sepakat bahwa Abdul Muthalib pernah bernadzar akan menyembelih salah seorang anaknya dan undian jatuh kepada Adullah. Adapun latar belakang nadzarnya wallâhu a‘lam.

Abdul Muthalib, selain mempunyai sepuluh anak laki-laki, mempunyai enam anak perempuan. Yaitu Shafiyyah, Ummu Hakim al-Baidha, Atikah, Umaimah, Arwa, dan Barrah. Seluruh putra-putri Abdul Muthalib adalah 16 orang dari tiga ibu. Yaitu pertama, Natilah binti Jinab melahirkan Abbas dan Dhirar. Kedua, Halah binti Wuhaib yang melahirkan Shafiyyah, Hamzah, Hajl dan Muqawwam. Ketiga, Fathimah binti Amr yang melahirkan Abdullah, Abu Thalib, al-Harits, al-Zubair, Abu Lahab, Ummu Hakim, Atikah, Umaimah, Arwa, dan Barrah.

Dalam bait syair Aminah, Nabi Ibrahim disebur dengan Ibraham. Hal ini karena kata Ibrahim dapat dibaca dengan enam bacaan. Yaitu ibrâhîm (إبراهيم), ibrâhâm(إبراهام), ibrâhûm (إبراهوم), ibrâhim (إبراهِم), ibrâham (إبراهَم), dan ibrâhum (إبراهُم).

(Visited 5.349 times, 1 visits today)
Bagikan