HUKUM MENGGABUNGKAN AQIQAH DAN QURBAN

HUKUM MENGGABUNGKAN AQIQAH DAN QURBAN
Oleh: @deden_mm

Menjelang Idul Adha biasanya banyak yang bertanya tentang apakah aqiqah dulu atau qurban dulu sementara hanya mampu salah satunya? Lalu apakah bisa satu hewan untuk qurban dan aqiqah sekaligus?

Para ulama fiqih berbeda pendapat tentang masalan ini kedalam dua qaul.

Qaul yang pertama mengatakan qurban tidak mencukupkan bagi aqiqah. Yakni tidak bisa satu hewan untuk qurban dan aqiqah sekaligus. Ini adalah madzhab Maliki, Syafii, dan satu riwayat dari madzhab imam Ahmad.

Ulama madzhab Syafii terkemuka, Imam Ibn Hajar al-Haitami (w. 973 H.) mengatakan dalam Tuhfah al-Muhtaj jilid 9 halaman 371:

‎ وَظَاهِرُ كَلَامِ َالْأَصْحَابِ أَنَّهُ لَوْ نَوَى بِشَاةٍ الْأُضْحِيَّةَ وَالْعَقِيقَةَ لَمْ تَحْصُلْ وَاحِدَةٌ مِنْهُمَا ، وَهُوَ ظَاهِرٌ ; لِأَنَّ كُلًّا مِنْهُمَا سُنَّةٌ مَقْصُودَةٌ

… dan yang tampak dari kalimat para ulama madzhab Syafii, jika ada yang meniatkan qurban dan aqiqah dengan satu ekor kambing maka tidak sah kedua-duanya. Ini jelas. Karena masing-masing dari qurban dan aqiqah adalah ibadah sunah yang punya maksud (bukan sepaket).

Demikian pula ulama madzhab Maliki terkemuka, imam al-Haththab (w. 954 H.) dalam kitab Mawahib al-Jalil jilid 3 halaman 259 mengatakan dengan mengutip pendapat para ulama madzhab Maliki sebelumnya:

‎إذَا ذَبَحَ أُضْحِيَّتَهُ لِلْأُضْحِيَّةِ وَالْعَقِيقَةِ لَا يُجْزِيهِ
Apabila dia menyembelih hewan qurbannya dengan niay qurban dan aqiqah maka tidak mencukupkan.

Hewan tersebut hanya bisa untuk satu niat saja. Yaitu qurban saja atau aqiqah saja. Terserah mana dulu silahkan. Tapi dalam hal ini madzhab Syafii mendahulukan qurban dari pada aqiqah.

Qaul yang kedua mengatakan qurban mencukupkan untuk aqiqah. Yakni satu hewan bisa diniatkan qurban dan aqiqah sekaligus. Ini adalah madzhab Hanafi dan satu riwayat dari madzhab imam Ahmad. Juga merupakan madzhab para ulama mujtahid selain imam madzhab yang empat.

Imam Ibn Abi Syaibah (w. 235 H.) dalam al-Mushannaf jilid 5 halaman 534 meriwayatkan dari imam Hasan al-Bashri (w. 110 Hz), imam Hisyam (w. 148 H.), imam Ibn Sirin (w. 100 H.), dan imam Qatadah (w. 118 H.) bahwa yang berqurban tidak lagi perlu aqiqah.

Imam al-Bahuti (w. 1015 H.) dalam Syarh Muntaha al-Iradat jilid 1 halaman 617 mengatakan:

‎وَإِنْ اتَّفَقَ وَقْتُ عَقِيقَةٍ وَأُضْحِيَّةٍ ، بِأَنْ يَكُونَ السَّابِعُ أَوْ نَحْوُهُ مِنْ أَيَّامِ النَّحْرِ ، فَعَقَّ أَجْزَأَ عَنْ أُضْحِيَّةٍ ، أَوْ ضَحَّى أَجْزَأَ عَنْ الْأُخْرَى ، كَمَا لَوْ اتَّفَقَ يَوْمُ عِيدٍ وَجُمُعَةٍ فَاغْتَسَلَ لِأَحَدِهِمَا

… jika bertepatan waktu aqiqah dan qurban, misalnya hari ketujuh dari kelahiran bayi atau hari lainnya jatuh pada hari-hari penyembelihan hewan qurban, lalu dia melaksanakan aqiqah maka aqiqahnya itu sudah mencukupkan untuk qurbannya. Atau dia qurban maka qurbannya itu sudah mencukupkan untuk aqiqahnya. Sama halnya jika hari raya bertepatan dengan hari jumat lalu mandi dengan niat untuk salah satunya (maka sah untuk keduanya).

Deden Muhammad Makhyaruddin
(Ketua Umum Dewan Ulama Tahfizh dan Tafsir Indonesia)

(Visited 443 times, 1 visits today)
Bagikan