MENGUCAPKAN SELAMAT NATAL YANG HALAL?

MENGUCAPKAN SELAMAT NATAL YANG HALAL?
Oleh: @deden_mm

Setiap menjelang akhir Desember, mulai bersuliweran postingan-postingan di media sosial, khususnya WAG, baik tulisan, flayer, video, maupun situs-situs dan link-link tertentu yang berisi pendapat-pendapat ulama tentang hukum mengucapkan selamat natal kepada para pemeluk agama nashrani yang merayakannya.

Ada dua pendapat ulama. Yaitu, yang mengharamkan dan yang tidak mengharamkan. Namun, postingan-postingan itu jadi “meresahkan” karena masing-masing pendukung menganggap pendapat selainnya salah. Lalu, yang diposting pun tak lagi pendapat-pendapat ulama tapi narasi-narasi dan diksi-diksi sentilan kepada yang tidak sefaham. Bahkan, ada yang memakai diksi ayat-ayat Al-Quran.

Padahal, mengucapkan selamat natal yang haram adalah yang diucapkan oleh orang yang sepakat dengan pendapat ulama yang mengharamkan. Sedang, jika diucapkan oleh yang sepakat dengan pendapat ulama yang tidak mengharamkan maka tidak haram. Ini sudah menjadi bangunan toleransi yang kuat antar madzhab fiqih dalam bentang peradaban Islam yang maju dahulu kala.

Dua pendapat ini sudah hadir di tengah-tengah kaum muslimin sejak paruh pertama abad ketiga Hijrah. Yaitu, yang diriwayatkan dari al-Imam Ahmad bin Hanbal (w. 241 H.). Dan, selama itu, antara ulama yang mengharamkan dan yang tidak mengharamkan, tidak pernah ada ujaran saling menyalahkan. Melainkan, hanya menguatkan pendapat masing-masing dengan dalil-dalil guna menghidupkan tradisi ilmu.

Pada periode berikutnya, para ulama madzhab Hanbali ada yang “memuthlakkan” dua riwayat dari Imam Ahmad bin Hanbal (w. 241 H.) tentang hukum mengucapkan selamat natal di atas. Yakni, memuthlaqkan maksudnya tidak mengomentari mana dari dua riwayat tersebut yang lebih shahih. Dan, mereka adalah:

1. al-Imam Abu al-Khaththâb (w. 510 H.) dalam kitab al-Hidâyah ilâ Madzhab al-‘Imâm Abî ‘Abdillah.

2. al-Imam Ibn al-Jauzi (w. 597 H.) dalam kitab al-Madzhab al-Ahmad fî Madzhab al-‘Imâm Ahmad dan kitab Masbúk al-dzahab fî Tahshîh al-Madzhab.

3. al-Imam Ibn Sanînah al-Sâmurri (w. 616 H.) dalam kitab al-Mustau’ib.

4. al-Imam Abu al-Barakât bin Munajja (w. 641 H.) dalam kitab al-Khulâshah dan kitab Syarh al-Muqanni”

5. al-Imam Ibn Qudâmah (w. 620 H.) dalam kitab al-Muqanni’, kitab al-Kâfi dan kitab al-Mughni.

6. al-Imam Syams al-Dîn Ibn Abi ‘Umar (w. 682 H.) dalam kitab al-Syâfi (al-Syarh al-Kabîr).

7. al-Imam Majd al-Dîn bin Taimiyyah (w. 652 H.) dalam kitab al-Muharrar.

8. al-Imam Ibn Abdil Qawiy (w. 699 H.) dalam kitab al-Nazhm (Nazhm al-Mufradât)

al-Imam al-Mardawi (w. 885 H.) dalam kitab al-Inshâf juz 4 halaman 234, menyebutkan bahwa riwayat yang menjadi madzhab Imam Ahmad bin Hanbal (w. 241 H.) adalah yang mengharamkan sebagaimana disahkan (tashhih) oleh al-Imam Shamsuddin al-Nabulsi (w. 797 H.) dalam kitab Tashhîh al-Khilâf, dipastikan kebenarannya oleh al-Syaikh Husain al-Baghdâdi (w. 732 H.) dalam kitab al-Wajîz, dan didahulukan penyebutannya oleh al-Imam Ibn Muflih (w. 763 H.) dalam kitab al-Furû’.

Lalu, al-Imam al-Mardawi (w. 885 H.) menjelaskan bahwa riwayat yang tidak mengharamkan maksudnya adalah makruh. Pendapat ini didahulukan penyebutannya oleh al-Imam Ibn Hamdân (w. 695 H.) dalam kitab al-Ri’ayah dan al-Imam Abdurrahman al-Nashri (w. 684 H.) dalam kitab al-Hâwi al-Kabîr dan al-Shaghîr. Bahkan, tidak menyebutkan riwayat yang mengharamkan sama sekali.

Dalam kitab al-Ri’âyah al-Shughra dan al-Kubrâ juga dalam kitab al-Hâwi al-Kabîr dan al-Shaghîr, al-Imam Ibn Hamdan (w. 695 H.) dan al-Imam Abdurrahman al-Nashr (w. 684 H.) menyebutkan bahwa riwayat yang tidak mengharamkan maksudnya bukan makruh, tapi mubâh. Hal ini adalah yang dipastikan kebenarannya oleh al-Imam Ibn Abdus (wafat sebelum tahun 600 H.) dalam kitab al-Tadzkirah. Dan, diriwatakan dari al-Imam Ibn Abdus, bahwa boleh mengucapkan selamat natal selama ada maslahat.

Jika melihat redaksi konten dari dua riwayat itu maka terlihat bahwa yang dimaksud ucapan selamat kepada non muslim adalah tahni’ah secara umum. Yakni, bukan hanya ucapan selamat natal, tapi ucapan-ucapan selamat yang lainnya juga. Bahkan, dua riwayat tersebut juga berkenaan dengan ta’ziah kepada non muslim dan menjenguk non muslim yang sakit.

Demikian. Wallâhu ‘A’lam.
BSD, 28 Desember 2019
Deden Muhammad Makhyaruddin

(Visited 242 times, 1 visits today)
Bagikan