KEMENANGAN IDUL FITRI DAN PERANG BADAR (Khuthbah Idul Fitri 1443 H.)

“Allah akbar, allahu akbar, allahu akbar,” ketika matahari terakhir Ramadhan terbenam dan hilal Syawal terlihat, takbir gemuruh bersahutan, dari masjid ke masjid, dan kampung ke kampung, dan dari rumah ke rumah. Takbir-takbir itu tak berhenti sampai khatib naik ke atas mimbar.

Ada apa gerangan? Kenapa takbir itu sedemikian padatnya memenuhi semesta sepanjang malam? Karena, di hari ini ada yang tidak biasa, ada peristiwa besar, yaitu ada ribuan bahkan jutaan manusia yang dibebaskan dari api neraka, dan kita semua semoga termasuk bagian dari mereka.

Takbir tak berkumandang kecuali karena ada sesuatu yang besar. Semakin banyak takbirnya maka semakin besar peristiwanya. Kebesaran Idul Fitri adalah sejumlah takbir yang memenuhi semesta dalam bentang terbenam matahari Ramadhan sampai khatib naik ke atas mimbar.

Terbebas dari api neraka dan terlepas dari dosa-dosa adalah makna kemenangan Idul Fitri yang sebenarnya. Kemenangan ini ibarat kemengan Rasulullah SAW di perang Badar dan Fathu Makkah yang disambut gelak takbir yang gegap gempita.

Perang Badar dan Fathu Makkah terjadi pada tanggal 17 Ramadhan yang bertepatan dengan tanggal yang diperingati di Indonesia sebagai malam turunnya Al-Qur’an. Dalam surah al-Anfal ayat 41 disebut yaum al-furqan, yaitu hari furqan yang tak lain adalah kemenangan Al-Qur’an, atau yaum al-qur’an.

Dalam sebuah hadis yang populer, ketika Rasulullah SAW dan para sahabat pulang dari perang Badar uang besar, beliau berkata: “Kita baru saja pulang dari perang kecil menuju perang besar.”

Para sahabat heran bagaimana perang Badar yang begitu besar disebut kecil, lalu apakah perang yang besar sebenarnya? Lalu, Rasulullah SAW menjawab, “Perang melawan hawa nafsu.”

Puasa adalah bagian dari jihad melawan hawa nafsu itu. Makan, minum, dan syahwat dijauhi sepanjang hari, sedangkan Al-Qur’an dan amal-amal shalih didekati sepanjang malam, maka, siapapun yang dimampukan beribadah Ramadhan sampai terbit hilal Syawwal maka telah menang dalam perang besar.

Jihad melawan hawa nafsunya pasca Ramadhan adalah perang lebih besar lagi, yaitu menjaga Ramadhan sampai datang Ramadhan berikutnya, dan yang dimampukan oleh Allah menjalaninya tentu diberikan kemenangan yang lebih besar lagi

Seperti khatam Al-Qur’an, orang yang mengakhiri Ramadhan mempunyai tiga keadaan:

1. Al-Hal al-Murtahil, yaitu yang ketika Ramadhan berakhir langsung memulai lagi mengulang kebiasaan Ramadhannya sampai bertemu Ramadhan berikutnya.
2. Al-Hal La Yartahil, yaitu yang ketika Ramadhan berakhir maka berakhir pula seluruh kebiasaan Ramadhannya.
3. La Hal La Murtahil, yaitu yang selama Ramadhan banyak terhalang dari kemuliannya, dan setelah Ramadhan tidak menyesalinya.
Rasulullah SAW pernah ditanya tentang amal apakah yang paling utama, beliau menjawab: “al-hall al-murtahil.”

Ibn Abbas bertanya: “Siapakah al-hall al-murtahil?”

Beliau menjawab: “Dia adalah yang punya Al-Qur’an memulai membaca dari awal Al-Qur’an sampai bertemu akhirnya, lalu memulai lagi dari akhir sampai bertemu awalnya. Setiap kali sampai langsung memulai lagi.”

Deden M. Makhyaruddin

(Visited 44 times, 1 visits today)
Bagikan