APA YANG DIUJIKAN DAN DITILAI DALAM MUSABAQAH TAHFIZH QURAN TINGKAT DUNIA?
Oleh: @deden_mm
Yang diuji dalam musabaqah adalah tingkat kemutqinan (kekuatan) hafalan Al-Quran para hafizh.
Namun mutqinnya hafalan para hafizh Quran ada dua jenis:
1. Mutqin yang dapat diketahui oleh semua orang.
2. Mutqin yang hanya diketahui oleh ahlinya.
Ujian hafalan mutqin jenis yang pertama adalah kemampuan menjawab soal:
1. Sambung ayat cepat dengan menyebutkan satu ayat setelah atau sebelumnya. Atau satu ayat melompati puluhan atau ratusan ayat setelah atau sebelumnya.
2. Menebak nomor ayat, nomor surat, nomor halaman, nomor juz, nama surat, nomor baris, dan posisi kanan dan kiri. Juga mampu menebak ayat yang jauh pada baris dalam halaman setelah atau sebelumnya.
3. Menebak kata. Ada berapa, dalam surat apa, ayatnya apa, nomor berapa, halaman berapa, baris keberapa, dan juz berapa.
Tidak perlu jadi Ahli Quran untuk dapat menguji dan mengetahui mutqinnya hafalan jenis ini. Semua orang bisa menikmati dan menilai kehebatannya. Model ujian seperti ini dipraktekkan dalam Musabaqah Fahmil Quran. Bukan dalam Musaqabah Hifzhil Quran.
Ujian hafalan mutqin jenis kedua adalah yang diujikan dan dinilai dalam Musabaqah Hifzhil Quran tingkat dunia. Tapi hanya ahli Quran saja yang dapat menilainnya. Oleh karenanya perlu tim juri khusus untuk menguji dan menilaianya.
Ujiannya hanya berupa sambung ayat. Biasanya 4 atau 5 soal. Tapi hafizh dipinta terus menyambungnya sampai satu halaman atau lebih dengan bacaan tartil untuk setiap soalnya.
Ketika hafizh sedang membaca ayat maka para juri menilai empat aspek dari kemutqinan hafalannya. Yaitu:
1. Mutqin hafalan
2. Mutqin tajwid
3. Mutqin fashahah
4. Mutqin tilawah
Mutqin hafalan adalah mulusnya atau bersihnya hafalan dari:
1. Taraddud. Yaitu belibet atau berhenti mendadak karena ada ragu.
2. Tabdilul harakat. Yaitu mengganti harakat.
3. Tabdilul harf. Yaitu mengganti huruf.
4. Tabdilul kalimah. Yaitu mengganti kata.
5. Tarkul harf. Yaitu lompat huruf.
6. Tarkul kalimah. Yaitu lompat kata.
7. Tarkul kalimat. Yaitu lompat kalimat.
8. Tarkul ayah. Yaitu lompat ayat.
9. Ziyadatul harf. Yaitu nambah huruf
10. Ziyadatul kalimah. Yaitu nambah kata
11. Tawaqquf. Yaitu mogok, tidak dapat melanjutkan lagi meski sudah dituntun.
Ketika tersandung pada salah satu dari poin-poin penilaian di atas (kecuali nomor 9) maka nilainya akan dikurangi. Dan pengurangan nilainnya dibagi 3 tingkat. Yaitu:
1. Dapat diperbaiki sendiri hanya dengan ditegur satu kali. Biasanya menggunakan bel. Pengurangan nilainya sedikit.
2. Dapat diperbaiki sendiri setelah ditegur dua kali. Pengurangan nilainnya mulai banyak.
3. Tidak dapat diperbaiki sendiri meski setelah ditegur 2 kali. Tapi dapat diperbaiki setelah dituntun. Pengurangan nilainya lebih banyak.
Adapun apabila tersandung poin ke 9, yaitu tawaqquf, maka angkanya habis. Alias tidak dapat nilai dalam soal itu meski sudah menjawab banyak sambungannya. Misalnya mogok di ayat terakhir sambungan.
Penyebab tersandungnya pun beragam. Yaitu ada empat macam:
1. Nisyan (lupa)
2. Khatha (salah)
3. Sabqul lisan (keceplosan)
4. Syakk (ragu)
Murqin Tajwid adalah kesempurnaan dalam melafalkan bacaan:
1. Makharijul huruf
2. Shifatul huruf
3. Hukum-hukum bacaan seperti nun mati dan tanwin, alif lam, ra, mim mati, ghunnah, idgham, iqlab, mad (panjang-pendek), tashil, isymam, imalah, dan lain-lain sesuai riwayat qiraat yang dipakai.
Mutqin Fashahah adalah kesempurnaan dalam:
1. Waqaf
2. Ibtida
3. Nafas
4. Suara
5. Dan adab-adab membaca
Sedang Mutqin Tilawah adalah kesesuain irama bacaan dengan makna ayat yang dibaca. Bisa juga masuk kedalam penilain fashahah dan adab.
Tentu orang biasa yang bukan ahlinya tidak akan mengetahui, juga tidak dapat menguji, bahkan tidak dapat menikmati kemutqinan hafaln hafizh jenis ini. Tampak akan terlihat hafalannya biasa-biasa saja di mata yang bukan ahlinya.
Hafalan mutqin jenis pertama belum tentu bisa mulus mutqinnya dengan ujian yang diujikan dalam musabaqah hifzhil quran tingkat dunia. Demikian pula sebaliknya.
Biasanya para hafizh Al-Quran lebih memilih mutqin standar ahli yang teliti kalau kemudian mengejar mutqin standar umum dapat mengurangi ketelitiannya.
Demikian.
Wallahu A’lam
Deden Muhammad Makhyaruddin