GERHANA MATAHARI: “REVOLUSI” DALAM HENING (Pesan Tersirat di Balik Pelaksanaan Shalat Gerhana Matahari pada Masa Rasulullah Saw.)

GERHANA MATAHARI: “REVOLUSI” DALAM HENING
(Pesan Tersirat di Balik Pelaksanaan Shalat Gerhana Matahari pada Masa Rasulullah Saw.)
Oleh: @deden_mm

Bismillah… Gerhana Matahari adalah ayat Allah yang dibacakan di semesta sesuai siklus yang ditetapkan padanya. Tak ada yang bisa mengubahnya. Ia akan berulang setiap kali sampai pada siklusnya sepanjang zaman. Ia (GMT) pernah “dibacakan” sekali pada masa Rasulullah Saw. sehingga muncul syari’at shalat Kusuf (Gerhana Matahari). Dan, tahun ini, gerhana matahari dibacakan Allah Swt. menyapa kita di Indonesia. Kita pun disunnahkan mengerjakan shalat Kusuf seperti yang pernah dikerjakan Rasulullah Saw. bersama para sahabat dahulu. Dan, rasanya, sunnah pula, kita meneladani atau, setidaknya, mengenang pesan dan keteladanan tersirat Rasulullah Saw. di balik shalat Kusuf.

Dilihat dari kronologinya, gerhana matahari pada zaman Rasulullah Saw., dengan mengacu kepada riwayat sayidina Ibn Abbas, siti Aisyah dan siti Asma bin Abu Bakar sebagaimana, misalnya, dalam kitab al-Muwaththa karangan Imam Malik, adalah sebagai berikut:

1. Putra Rasulullah Saw dari sitti Mariyah al-Qibthiyah bernama sayidina Ibrahim yang masih balita (usia 18 bulan) meninggal dunia.

2. Seorang perempuan yang beragama Yahudi bertanya kepada sitti Aisyah tentang Fitnah (Adzab) Kubur untuk ditanyakan kemudian kepada Rasulullah Saw.

3. Rasulullah Saw. menjawab pertanyaan titipan dari perempuan Yahudi dengan beristi’adzah (mengucapkan na’udzu billah min dzalik)

4. Beliau keluar rumah lalu mengetahui matahari gerhana

5. Gerhana matahari zaman Rasulullah Saw. terjadi pada waktu dhuha

6. Rasulullah Saw lewat ke belakang rumah-rumah istri beliau (tampaknya untuk memberi tahu gerhana)

7. Rasulullah Saw mengerjakan shalat Kusuf bersama para sahabat

8. Shalat Kusuf dikerjakan dalam durasi waktu yang sangat lama dan hening, tiada suara yang terdengar.

9. Siti Aisyah ikut shalat gerhana di rumah

10. Siti Asma binti Abi Bakar datang ke rumah siti Aisyah yang sedang dalam keadaan shalat guna menanyakan seputar shalat berjamaah berdurasi lama yang tak biasa dilihatnya. Lalu siti Aisyah menjawab dengan isyarat menunjuk ke atas langit.

11. Rasulullah Saw. berkhutbah dengan khutbah yang singkat langsung setelah selesai shalat.

12. Isi khuthbah Rasulullah Saw memeberikan penjelasan tentang gerhana sebagai ayat Allah yang tidak ada hubungannya dengan mitos yang beredar di masyarakat.

13. Khuthbah Rasulullah Saw ditutup dengan perintah berdoa, beristighfar, berdzikir, bertakbir, dan bersedekah ketika terjadi gerhana.

14. Saat khuthbah, Rasulullah Saw. diperlihatkan surga, neraka, dan kondisi mengerikan yang terjadi di alam kubur.

15. Ekspresi Rasulullah Saw saat diperlihatkan surga seakan-akan beliau hendak memetik setandan buah dari dalamnya.

16. Ekspresi beliau Saw saat diperlihatkan neraka mundur kebelakang dan terlihat kaget.

15. Rasulullah Saw melukiskan seandainya setandan buah-buahan surga dipetik di dunia maka tidak akan habis dimakan sampai Kiamat

16. Rasulullah Saw menginformasikan kebanyakan penghuni neraka yang dilihatnya adalah perempuan

17. Dosa yang menyebabkan perempuan masuk neraka adalah tidak berterima kasih kepada suami dan kepada semua kebaikannya manakala suami satu kali melakukan kesalahan.

18. Fitnah kubur yang paling berat bagi umat Muhammad Saw adalah pertanyaan malaikat tentang siapakah Rasulullah Saw.

19. Rasulullah Saw. memerintahkan kepada para sahabat agar meminta perlindungan kepada Allah dari fitnah dan adzab kubur.

Banyak pesan dan informasi tersirat dari kronologi kejadian gerhana matahari pada zaman Rasulullah Saw. Misalnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa gerhana matahari yang terjadi pada zaman Rasulullah Saw adalah Gerhana Matahari Total dan hanya sekali terjadi. Hal ini mengingat durasi shalatnya yang sangat lama, yaitu sekira cukup untuk membaca surah al-Baqarah, Ali Imran, an-Nisa, dan Al-Maidah serta puluhan atau bahkan ratusan tasbih dalam rukuk dan sujud.

Gerhana terjadi pada tahun 10 Hijrah. Hal ini berdasarkan riwayat tentang terjadinya gerhana yang bertepatan dengan hari meninggalnya putra Rasulullah Saw. Dengan kata lain, terjadi di penghujung masa risalah beliau. Yaitu ketika kabilah-kabilah Arab tengah datang ke Madinah secara berbondong-bondong menyatakan keislaman mereka di hadapan Rasulullah Saw.

Keadilan tercipta merata di Jazirah Arab (Madinah) tanpa dibedakan ras, kabilah, jenis kelamin, dan agama. Bahkan Yahudi dan muslim hidup bertetangga tanpa rasa curiga. Karena non muslim pun merasa puas dengan kepemimpinan sistem Islam. Ini terbukti dengan mudahnya akses Yahudi menanyakan langsung persoalan mereka kepada Rasulullah Saw., atau melalui siti Aisyah jika yang bertanya adalah perempuan.

Tapi, sampai ke puncak sukses bukan berarti tak menyisakan masalah. Melainkan akan selalu muncul masalah yang baru yang belum terjadi sebelumnya. Bahkan di antaranya ada yang sangat serius, yaitu hadirnya masa transisi kepemimpinan sepeninggal Rasulullah Saw yang tak akan lama lagi. Karena, sendainya tidak tampil para pengganti beliau yang mewarisi kepemimpinan beliau, bangunan Islam yang baru saja diresmikan dengan turunnya surah Al-Maidah ayat 3 akan tersia-siakan. Kerukunan yang baru saja terjalin bisa tiba-tiba beralih menjadi permusuhan yang hebat.

Satu hal yang paling dikhawatirkan Rasulullah Saw, yaitu murtadnya orang-orang Arab sepeninggal beliau mengingat keislaman mereka yang masih rapuh sementara belum ada pengganti beliau sebagai pemimpin dan sebagai yang dipimpin. Celah pemurtadan tampak ketika Bani Hanifah datang ke Madinah berbeda dengan kabilah-kabilah lain. Mereka datang dengan membawa permusuhan motif baru. Pimpinan mereka, Musailamah al-Kadzab tak senang melihat kabilah-kabilah Arab berbondong-bondong masuk Islam. Ia mengaku dirinya nabi untuk memperkuat posisinya di Yamamah.

Musailamah dikenal sebagai penyihir yang mampu memperngaruhi banyak orang dengan sihirnya. Bani Hanifah, yakni sukunya Musailamah, adalah corong masuknya sihir dan mitos dari berbagai penjuru, termasuk luar Arab. Mitos yang paling tua dan menyebar luas adalah mitos yang berasal dari Yunani Kuno. Yaitu gerhana diyakini sebagai kemarahan Dewa. Tampaknya mitos tersebut sampai pula ke masyarakat Arab di Madinah pada zaman Rasulullah Saw. Hal ini diperparah dengan kekuatan magisnya Musailamah.

Oleh karenanya, para sahabat banyak yang mengaitkan fenomena gerhana matahari dengan kematian dan kelahiran seseorang, yang, dalam konteks gerhana pada zaman Rasulullah Saw. adalah kematian putra beliau sendiri yang masih balita, yaitu sayidina Ibrahim. Yakni, masih ada anggapan di masyarakat Madinah bahwa ada amarah Allah di balik gerhana matahari atas kematian balita Rasulullah Saw.

Bagaimana caranya meneguhkan hati para sahabat agar siap memimpin dan dipimpin setelah kepergian beliau. Tidak terpengaruh sihir Musailamah yang mengaku nabi. Itu tampaknya yang menjadi fokus Rasulullah Saw. di penghujung risalahnya. Tapi hal serupa, sebelum terjadinya gerhana, tak terpikirkan oleh para sahabat. Mereka masih mengira akan selamanya dipimpin oleh beliau. Terlebih, andai kemudian beliau wafat, maka telah ada Ibrahim, putra beliau yang akan melanjutkannya. Mereka lupa bahwa beliau bukanlah seorang raja yang akan mewariskan tahta kepada anak laki-lakinya.

Tidak dapat dipungkiri, Rasulullah Saw sangat menyayangi sayidina Ibrahim. Tiada hari tanpa menyempatkan diri untuk menggendong dan menciumnya. Para sahabat sampai mengatakan, bahwa tiada manusia yang paling sayang kepada anaknya melebihi Rasulullah Saw.. Tapi tak berarti beliau berharap sayidina Ibrahim akan menjadi pengganti beliau. Sementara para sahabat sangat memuliakan sayidina Ibrahim seperti rakyat memuliahkan putra mahkota rajanya.

Mindset para sahabat yang memandang tahta kepemimpinan seorang nabi dapat diwarisi tampaknya akan membuat mereka lambat mandiri. Di hari terjadinya gerhana, sayidina Ibrahim pun dipanggil Allah Swt. lebih cepat. Tampaknya ini cara Allah untuk mengubah cara pandang mereka tentang kepemimpinan.
Fenomena gerhana matahari sontak mengalihkan isu meninggalnya sayidina Ibrahim. Seakan perintah bahwa tak seorang pun boleh hanyut dalam kedukaan. Rasulullah Saw yang tak dapat menahan tangis dan deraian air mata spontan mengganti masa berkabung dengan shalat gerhana.

Rasulullah Saw, sewaktu mengetahui gerhana dan mendengar mitos yang mengaitkan gerhana dengan kematian atau kelahiran seseorang, tak langsung mengerjakan shalat gerhana, tetapi ditunda sampai beberapa waktu sebagaimana terlihat dari penggunaan kata tsumma. Tidak diketahui berapa lama jeda tersebut. Tapi cukup untuk membuat persiapan shalat dan mengumpulkan orang banyak, juga sempat tentunya sebagian orang menyaksikan keindahan gerhana.

Ketika piringan matahari mulai bergeser dari puncak gerhana, Rasulullah Saw bertakbir shalat Kusuf yang diikuti kemudian oleh para sahabat tanpa jeda. Hal ini dilakukan agar tak seorang pun dari sahabat yang retina mata mereka rusak, mengingat kuatnya cahaya matahari dari celah piringan yang terbuka pasca pergeseran, walau sedikit, dan walau hanya beberapa detik saja.

Rasulullah Saw membawa para sahabat ke dalam keheningan panjang kekhusyukan shalat Kusuf, karena shalat dilakukan secara sirr (bacaan pelan). Pada bacaan setelah al-Fatihah pertama, lamanya berdiri seukuran membaca surah al-Baqarah. Beliau mempraktekkan formasi shalat yang tak biasa. Yaitu, selain durasinya yang lama, Rasulullah Saw mempraktekan dua kali ruku dalam setiap rakaat. Namun tak seorang pun dari para sahabat yang memprotes shalat beliau yang tak lazim tersebut. Hal ini menjadi bukti bagi beliau akan kesetiaan mereka yang tak tergantikan. Hingga, tampaknya, menyebabkan beliau merasa lega seandainya Allah memanggil beliau lebih cepat karena telah mempunyai para penerus yang terpercaya.

Untuk lebih menguatkan keyakinan para sahabat sekaligus memutus total ketergantungan mereka kepada Rasulullah Saw., beliau, dalam khuthbah beliau, mengingatkan mereka, secara tersirat, agar mereka menutup kasus meninggalnya Ibrahim, dan mengutamakan persatuan. Bahwa beliau tidak mewariskan tahta kepada keluarganya, tapi hanya mewariskan Al-Qur’an dan al-Sunnah.

Rasulullah Saw mengingatkan akan fitnah kubur yang mengerikan. Tiada yang akan selamat dari fitnah tersebut kecuali orang mukmin yang teguh meyakini kenabian beliau. Ini karena, selain memang sebelumnya ada pertanyaan dari seorang wanita Yahudi tentang adzab kubur, berkaitan dengan kematian sayidina Ibrahim, juga menunjukan bahwa fitnah atau benih perpecahan sepeninggal beliau adalah masalah kepemimpinan dan munculnya nabi palsu yang sudah tercium gelagatnya dari kedatangan Musailamah al-Kadzdzab. Oleh karenanya, kemudian, setelah mengingatkan Fitnah Kubur, beliau mengingatkan Fitnah Dajjal.

Rasulullah Saw pun berpesan kepada para wanita agar fitnah tak muncul dari mereka. Melainkan harus dapat bekerja sama dengan suami dalam melenyapkan fitnah. Pesan ini tampaknya masih terkait dengan pertanyaan perempuan Yahudi di atas yang entah karena alasan apa menanyakan adzab kubur kepada beliau. Pada saat itu, para laki-laki mukmin sudah tak ada yang tak teruji keimanannya. Ini menjadikan hati mereka dapat memperlakukan istri dengan adil, yaitu mu’asyarah bi al-ma’ruf dan ihsan. Istri yang tak bersyukur atau malah menyulitkan perasaan suami yang sudah sedemikian adilnya adalah penyebab utama banyaknya perempuan yang masuk nereka. Dengan demikian, pintu-pintu fitnah baik dari dalam maupun dari luar, menjadi tertutup dengan formasi prosesi shalat Kusuf dan khuthbah shalat Kusuf.

Di samping itu, Rasulullah Saw. merintahkan agar setiap kali terjadi gerhana dijadikan momentum pemantapan akidah, khususnya terkait kepemimpinan dan kenabian beliau, dalam keheningan shalat Kusuf yang lama, memperbanyak berdoa, beristighfar, dan berdzikir yang kesemuanya beliau contohkan langsung dengan shalat lama yang hening tersebut. Ada kekuatan yang hebat di balik lamanya shalat Kusuf dalam hening. Yaitu, tampilnya pemimpin dan pribadi-pribadi muslim yang bersatu dan dapat menghadang aneka fitnah dari segala arah. Juga kualitas spiritual harus seimbang dengan kualitas ibadah sosial sebagaimana terlukis dalam perintah bersedekah.

Hari ini, rasanya tepat, kalau Gerhana Matahari Total di Indonesia, secara tidak langsung, mengingatkan kita semua kepada gerakan perubahan mental dan sosial demi lahirnya pemimpinan yang mewarisi kepemimpinan nabi Saw. Panjangkan shalat, pendekkan khuthbah, dan lakukan shalat Kusuf dalam hening yang lama, yaitu sekira suatu yang cukup untuk membaca surah Al-Baqarah, Ali Imran, al-Nisa, dan al-Maidah berserta dzikir dan tasbih yang lain. Insyaallah.

Deden Muhammad Makhyaruddin
Sadeng, 9 Maret, 2016 M.

(Visited 49 times, 1 visits today)
Bagikan