IDUL ADHA TIDAK BERKAITAN DENGAN WUQUF

IDUL ADHA TIDAK BERKAITAN DENGAN WUQUF

Oleh: @deden_mm

 

Saya terdorong menulis ini karena menerima laporan beberapa masjid telah mengubah jadwal pelaksanaan shalat Idul Adha yang sebelumnya Rabu tanggal 22 menjadi Selasa tanggal 21 Agustus, hanya karena beredar BC di media sosial bahwa wuquf di Arafah jatuh pada Senin tanggal 20 Agustus. 

 

Tanpa menafikan sedikit pun akan adanya qaul ulama yang menyebutkan hilal tidak berbeda di setiap tempat, saya tidak habis pikir mangapa syariat Idul Adha di berbagai belahan negeri kaum muslimin yang selama ribuan tahun berpatokan kepada hilal daerah masing-masing berubah menjadi berpatokan kepada wuquf di Arafah.

 

Idul Adha tanggal 10 Zhul Hijjah dan puasa sunnah tanggal 9 Dzul Hijjah sama sekali tidak ditetapkan berdasarkan pelaksanaan wuquf di Arafah melainkan kepada munculnya hilal tanggal 1 Dzul Hijjah. Dalam hadits riwayat imam Muslim tentang himbauan kepada yang hendak berqurban agar tidak memotong kuku dan rambutnya sejak tanggal 1 Dzul Hijjah, maka tanggal 1 tersebut ditentukan dengan hilal. Rasulullah Saw bersabda:

 

إِذاَ رَأَيتُمْ هِلَالَ ذِي الحِجَّةِ،،،

“Apabila kamu melihat hilal Dzul Hijjah…”

 

Yang dimaksud hilal tersebut adalah tentu hilal di daerah masing-masing. Karena bila hilal terlihat di Saudi maka belum tentu terlihat di Indonesia. Demikian pula Hilal di Indonesia belum tentu terlihat di Saudi. Jangankan lintas negara, lintas provinsi saja bisa berbeda. Hanya saja kalau daerahnya berdekatan maka hukumnya disamakan.

 

Seorang sahabat Nabi bernama Kuraib pergi ke Syam. Dia melihat hilal (Ramadhan) pada malam Jumat. Lalu Kuraib pulang ke Madinah di penghujung bulan. Dia ditanya oleh Ibnu Abbas: “Pada malam apa kamu melihat hilal?”  Kuraib menjawab: “Malam Jumat. Dan mereka (penduduk Syam) puasa.” Lalu Ibn Abbas berkata:  “Dan kami melihat hilal pada malam Sabtu. Kami pun akan terus berpuasa sampai 30 hari atau kami melihat hilal (Syawal). Yang demikian adalah sesuai dengan yang diperintahkan Rasulullah Saw kepadaku.”

 

Hadits ini diriwayatkan oleh imam Muslim, imam Ahmad, dan imam al-Tirmidzi. Yakni Ibnu Abbas tidak kemudian beralih berpatokan kepada hilal yang terlihat lebih dulu di Syam melainkan melanjutkan berpedoman kepada hilal yang terlihat di Madinah. Karena berpatotakan kepada hilal daerah masing-masing adalah perintah Rasulullah Saw.

 

Hilal Dzul Hijjah di Indonesia tahun ini telah ditetapkan jatuh pada taggal 11 Agustus maka puasa tanggal 9 Dzul Hijjah jatuh pada tanggal 21 Agustus dan Idul Adha jatuh pada tanggal 22. Sedang di Saudi, atau barangkali di negara lain, hilal Dzul Hijjah tahun ini terlihat pada tanggal 10 Agustus dan otomatis wuquf di Arafah jatuh pada tanggal 20 dan Idul Adha pada tanggal 21 Agustus. Tapi tidaklah Indonesia kemudian menjadi mengikuti hilal Saudi. Sebagaimana sebaliknya jika di Indonesia terlihat hilal lebih dulu maka Saudi tidaklah menjadi mengikuti hilal Indonesia. Jika ini terjadi, yakni wuquf di Arafah mengikuti hilal Indonesia, maka rasanya dunia Islam akan heboh.

 

Puasa sunnah tanggal 9 Dzul Hijjah pun bukan karena adanya wuquf di Arafah. Tapi karena masuknya tanggal 9 Dzul Hijjah sesuai hilal setempat. Karena Rasulullah Saw sudah mengerjakan syariat puasa tanggal 9 Dzul Hijjah sejak tahun-tahun pertama Hijrah pada saat ibadah Haji belum disyariatkan. Bahkan pelaksanaan Haji baru terealisasi pada tahun 10 Hijrah. Yakni, dalam arti, baru ada wuquf di Arafah setelah lebih kurang 10 tahun Rasulullah Saw mengerjakan puasa tanggal 9 Dzul Hijjah.

 

Imam Abu Dawud, imam Ahmad, imam an-Nasaa’i dan imam al-Baihaq meriwayatkan dari salah seorang istri Rasulullah Saw berkata: “Dahulu, Rasulullah Saw berpuasa pada tanggal 9 Dzul Hijjah, hari ‘Asyuraa’ dan 3 hari setiap bulan…”

 

Hanya saja disebut Puasa Hari Arafah karena pada hari tanggal 9 Dzul Hijjah jamaah haji berwuquf di Arafah sesuai hilal yang terlihat di sana. Tidak mesti tanggal 9 Dzul Hijjah di negeri lain jatuh di hari yang sama. Yakni, dengan kata lain, puasa dan wuquf sama-sama terjadi pada tanggal 9 Dzul Hijjah namun tidak mesti tanggalnya jatuh pada hari yang sama.

 

Qurban adalah nusuk. Yakni, dengan kata lain,  qurban ibarat hajinya orang yang belum bisa berhaji. Jikan qurban pada tanggal 10 Dzul Hijjah adalah nusuk maka puasa pada tanggal  9 sebelumnya adalah wuqufnya.

 

Wallahu A’lam

Deden Muhammad Makhyaruddin

(Ketua Dewan Ulama Tahfizh dan Tafsir Indonesia)

(Visited 37 times, 1 visits today)
Bagikan